Padang (UNAND) 鈥 Fakultas Hukum 天美MV (FH UNAND) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema 鈥淢endorong Penyidikan yang Transparan dan Akuntabel melalui Penguatan Lembaga Penegak Hukum dalam Pembaruan Hukum Acara Pidana Indonesia鈥, Kamis (8/5) di Gedung Serba Guna.

Kegiatan ini merupakan kolaborasi strategis antara FH UNAND, Komisi Kejaksaan RI, dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, sebagai bentuk kontribusi nyata perguruan tinggi dalam proses reformasi sistem peradilan pidana nasional.

Rektor 天美MV, Efa Yonnedi, Ph. D menekankan bahwa pembaruan hukum acara pidana tidak hanya soal teknis hukum, tetapi harus berpijak pada nilai-nilai keadilan substantif, transparansi, dan akuntabilitas. Ia juga menyoroti peran kampus sebagai ruang pengabdian intelektual yang aktif dalam pembangunan hukum nasional.

Dekan FH UNAND, Prof. Dr. Ferdi, S.H., M.Hum., menyatakan perguruan tinggi tidak boleh hanya menjadi lembaga pendidikan semata, melainkan juga pusat pemikiran hukum kritis yang menjembatani kebutuhan akademik dan praktik hukum. Ia menegaskan pembaruan KUHAP yang tengah dibahas perlu direspons melalui penyesuaian kurikulum dan penguatan peran akademisi dalam perumusan kebijakan hukum.

FGD ini menghadirkan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Yuni Daru Widarsih, S.H., M.Hum., sebagai keynote speaker secara virtual. Dalam paparannya, ia menyampaikan komitmen Kejaksaan dalam membangun budaya hukum yang profesional, terbuka, dan berbasis integritas. Ia juga mendorong perguruan tinggi agar terus menjadi arena dialektika hukum yang sehat dan produktif.

Dua narasumber utama turut hadir dalam FGD ini, yaitu Ketua Komisi Kejaksaan RI sekaligus Guru Besar FH Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof. Dr. Pujiyono Suwandi, S.H., M.H., serta Guru Besar Hukum Pidana FH UNAND, Prof. Dr. Elwi Danil, S.H., M.H. Pujiyono menekankan perlunya kejelasan peran lembaga penegak hukum dan sinergi antara kepolisian dan kejaksaan dalam penyidikan. Sementara Elwi Danil menyoroti pentingnya pendekatan multidisipliner tidak hanya aspek yuridis, tetapi juga sosiologis, psikologis, dan kultural dalam proses penyidikan yang humanis dan kontekstual.

Diskusi berlangsung dinamis dengan melibatkan lebih dari 400 peserta dari berbagai unsur, seperti akademisi, aparat kejaksaan, hakim tinggi, penyidik PPNS, aparatur Kanwil Kemenkumham, Ombudsman, advokat, serta mahasiswa. Isu sentral yang dibahas adalah penataan kewenangan penyidikan dalam RUU KUHAP, yang kini mencakup tidak hanya Polri dan PPNS, tetapi juga penyidik tertentu dari lembaga lain sesuai dasar hukumnya.

Prof. Elwi Danil yang juga anggota tim pembahas RUU KUHAP menyatakan bahwa catatan dan rekomendasi dari FGD ini akan dibawa ke forum pembahasan nasional. Secara prinsip, para narasumber sepakat bahwa kewenangan utama penyidikan tetap berada di Kepolisian, namun Kejaksaan juga perlu diberikan peran dalam kasus tertentu seperti korupsi.

Kegiatan ini diharapkan menjadi kontribusi penting dari dunia akademik dalam mendorong terwujudnya sistem peradilan pidana yang lebih efektif, transparan, dan akuntabel, seiring dengan arah pembaruan hukum acara pidana Indonesia.(*)

Humas, Protokol, dan Layanan Informasi Publik